Menteri BUMN Erick Thohir meninjau lokasi penemuan relief di Gedung Sarinah, Jakarta, Kamis (14/1/2021).(Foto: Antara)
DISEMUA.COM – Relief di Gedung Sarinah menggambarkan sosok petani, nelayan, beberapa hasil pertanian, perahu layar, dan hewan ternak. Lokasinya tersembunyi di antara mesin-mesin, di belakang gerai restoran cepat saji Mc Donald’s (kini sudah tutup) di lantai dasar.
Di awal pendirian Gedung Sarinah, relief berada persis di depan pintu masuk utama. Namun belakangan pintu masuknya diubah dan digantikan gerai restoran cepat saji. Pengelola Sarinah mengetahui keberadaan relief saat mulai merenovasi gedung pada tahun lalu.
Direktur Utama Sarinah Fetty Kwartati mengatakan, perubahan desain pada 1980-an membuat relief akhirnya ditutup. “Pada 1980an, ada perubahan disain, ada perubahan lay out. Pada saat itu, akhirnya kami memutuskan untuk menutup relief tersebut. Karena disesuaikan dengan kondisi yang memang tepat saat itu,” kata Fetty.
Fetty menolak jika disebut relief diletakkan bersebelahan dengan mesin-mesin. “Tapi karena lokasinya tetap dipertahankan di situ dan lay out-nya yang baru memerlukan area spot untuk mesin dan sebagainya di lokasi tersebut, sehingga lokasinya bersebelahan dengan relief,” terang Fetty.
Dia juga tidak setuju apabila relief diistilahkan digudangkan atau ditelantarkan. “Tapi karena memang lebih kepentingan teknis untuk tidak mengubah posisi dari relief tersebut,” tandasnya.
Berkali-kali, Fetty menepis anggapan relief ditutup karena dikaitkan dengan perubahan rezim Soekarno ke Soeharto.Sehingga segala sesuatu yang berbau Sukarno dihilangkan. “Saya melihat ini kepentingan pusat belanja. Pusat belanja dari from time to time ada perubahan dari sisi desain, dan juga perubahan lay out,” jelasnya.
Fetty lalu mencontohkan renovasi Gedung Sarinah yang sedang berlangsung saat ini. “Jadi lebih kepentingan komersial atau kepentingan teknis dari sebuah pusat belanja,” sambungnya.
Kurator seni Asikin Hasan yang dilibatkan dalam konservasi relief mengatakan, masalah utamanya terletak pada apresiasi masyarakat terhadap karya seni. “Persoalan ketidaktahuan kalau ini karya yang berharga, bernilai, bersejarah, artistik. Ini persoalannya,” tukasnya.
Asikin juga tidak melihat penelantaran relief Sarinah terkait dengan aspek ideologi dan politik. Seperti diketahui, tema patung dan relief peninggalan Soekarno identik dengan kerakyatan. “Menurut saya, ini lebih kepentingan pragmatis saja. Saya agak kecil melihat dari aspek ideologi dan politis,” paparnya.
Di awal 1960-an, Soekarno merancang beberapa relief berskala besar. Seperti di Hotel Indonesia di Jakarta, Hotel Bali Beach di Sanur, Bali, Hotel Ambarukmo (Yogyakarta) dan Hotel Samudra Beach di Sukabumi.
Sebelumnya, Soekarno juga mendisain tiga relief di bekas bandara Kemayoran, Jakarta. Terakhir, Soekarno diyakini pula di balik keberadaan relief di lantai dasar Gedung Sarinah.
Menurut Asikin, salah satu keistimewaan relief Sarinah adalah materialnya yang menggunakan beton bertulang. Dia menyebutnya sebagai permulaan yang baru dalam tradisi pembuatan relief di Indonesia. “Kemudian dibuatkan bentangan yang sangat panjang antara 13 dan 15 meter yang dicor dalam satu panel. Kemudian relief itu dibangun di situ,” paparnya.
Perihal temanya, Asikin menilai relief di Sarinah merujuk kepada keseharian atau kerakyatan yang terhubung dan dekat dengan tema-tema koleksi lukisan Bung Karno. “Kelihatan sekali ini gagasan dan ide yang dibangun Bung Karno. Misalnya Sukarno pernah punya diksi menarik: marhaenisme, yang melihat atau muncul kepada masyarakat kecil, seperti petani dan nelayan,” ulasnya.
Pesan yang ingin disampaikan melalui relief itu terletak pada semangat berjuang dalam berdagang. “Sosok-sosok yang ditampilkan dalam 12 patung itu gagah, tidak layu. Ekspresinya penuh semangat,” tukasnya.
Sementara arsitek Yuke Ardhiati yang pernah meneliti karya-karya relief rancangan Soekarno menambahkan, keistimewaan relief Sarinah terletak pada ukuran sosok manusianya. “Saya syok melihatnya. Itu menunjukkan suatu skala di luar skala manusia. Gigantik!” ucapnya.
Yuke kemudian membandingkan dengan ukuran tubuhnya saat berdiri di samping patung pada relief yang tingginya mencapai tiga meter. Keistimewaan lainnya, tampilan sosok 12 petani dan nelayan yang diperlihatkan gagah perkasa dan tidak membungkuk. “Ini beda dengan tampilan wong cilik yang terbungkuk-bungkuk dan penuh rendah diri. Ini gagah banget,” papar Yuke.(Bersambung)