Dari kiri ke kanan: Hot Lips Page (trumpet), Harry Lim, Clyde Newcombe (bass), Billie Holiday (vocal) (Courtesy: fotografer Charles Peterson).
DISEMUA.COM – Indonesia pernah memiliki produser musik jazz terkemuka. Namanya Harry Lim. Kalangan penggemar musik jazz di Tanah Air mungkin tak banyak yang mengetahuinya. Namun, namanya cukup populer di Amerika dan dikenal sebagai “that Javanese Jazzman”. Penasaran dengan ceritanya?
Harry Lim tiba di Amerika pada 1939. Dalam sebuah dokumentasi, dia digambarkan sebagai orang yang ramah, tulus, dan senang bergaul. Alhasil, Harry Lim pun secara cepat diterima dalam dunia jazz Amerika.
Harry Lim lahir di Jakarta, 23 Februari 1919. Masa kanak-kanak dan remaja dijalaninya di Indonesia dan Belanda. Pada 1938, dia mengelola sebuah program musik jazz di radio di Jakarta. Harry Lim juga mendirikan the Batavia Rhythm Club, entitas yang mempromosikan musik jazz melalui film dan seminar. Selain itu, menerbitkan majalah bernama Swing: de Officieel Orgaan van de Batavia Rhythm Club. Dia berperan sebagai redaktur serta bertanggung jawab atas pendanaannya.
Peneliti, penulis musik, dan pengelola Arsip Jazz Indonesia Alfred Ticoalu menceritakan sekilas tentang Harry Lim. “Dia (Harry Lim) mulai membuat acara konser jazz di downtown Chicago di Hotel Sherman. Dia kerja sama dengan promotor-promotor jazz di Chicago juga, Di situ, dia mulai dikenal sebagai promotor atau produser konser jazz,” kata Alfred seperti dilansir VOA.
Pada awal karirnya di Amerika, Harry Lim berhasil memproduksi sesi-sesi jazz dengan sederetan musisi kondang. Terutama yang berirama swing. Antara lain Dua tenor saxophonist jazz terkenal, Lester Young dan Coleman Hawkins, yang sudah tidak asing lagi dalam dunia jazz Amerika. Musik mereka termasuk yang diproduseri Harry Lim.
“Lester Young itu salah satu pionir tenor saxophone di dunia jazz di era swing, merupakan salah satu originator style tenor saxophone. Ada juga Coleman Hawkins, salah satu pionir lagi tenor saxophone jazz yang sangat ternama. Itu salah satu yang direkam Harry. Banyak sekali nama yang dia rekam, luar biasa memang,” ungkap Alfred Ticoalu.
Dari penelitian yang dilakukannya, Alfred Ticoalu menyimpulkan bahwa Harry Lim adalah sosok idealis, sangat mencintai jazz, dan mencurahkan seluruh hidupnya untuk jazz. “Yang membuat menarik adalah bagaimana, kok tiba-tiba ada Tionghoa peranakan yang lahir di Batavia atau Jakarta sekarang, bisa nyasar sampai ke United States of America dan memiliki andil luar biasa, cukup besar di dunia musik jazz,” ucap Alfred.
Diwawancarai terpisah, sejarawan Didi Kwartanada turut mengungkapkan sosok Harry Lim. Dia pun mengaguminya.
“Ternyata seorang Javanese Jazzman ini luar biasa. Sebab selama ini kalau kami baca literatur mengenai jazz, itu sangat Amerika sentrik ya. Kami bicara tentang komponis jazz Amerika, pemain-pemain jazz Amerika, rekaman-rekaman Amerika. Tetapi tidak pernah terpikirkan seorang Tionghoa peranakan dari Indonesia yang begitu dikenal di Amerika. Jadi, Harry Lim benar-benar seorang tokoh yang outstanding tetapi forgotten,” tandasnya.
Harry Lim kemudian dikenal di kalangan jazz sebagai “that Javanese Jazzman.” Anggota Duke Ellington Orchestra serta pemain clarinet, Barney Bigard, terilhami perjalanan hidup Harry Lim.
“Menarik sekali, bagaimana seorang tokoh jazz ini, Barney Bigard, mendengarkan kisah-kisah Harry Lim. Bagaimana dia kisahnya orang dari Jawa, bagaimana ada candi Budha di Pulau Jawa bernama Borobudur yang sedemikian besarnya, sedemikian indahnya, sedemikian megahnya,” lanjut Alfred Ticoalu.
Biggard tergerak untuk menciptakan lagu Borobudur. Meskipun waktu itu tidak dirilis. Baru setelah berbagai rekaman Keynote Records di re-issue pada 1980-an, rekaman Borobudur diikutsertakan.
Pada 26 Juli 1991, Harry Lim wafat di New York. Ia meninggalkan banyak karya. Berikut petikan “Borobudur” yang diciptakan dan dimainkan pada clarinet oleh Barney Bigard, salah seorang yang terilhami perjalanan hidup Harry Lim.
Baca Juga: Sang Pemain Harmonika Paling Unik